VIDEO YAYASAN PANDAAN

Senin, 06 Februari 2012

AKUNTANSI PERSEDIAAN

  1. PENGERTIAN PERSEDIAAN DAN CARA PENCATATAN

    Persediaan merupakan barang yang diperoleh untuk dijual kembali atau bahan untk diolah menjadi barang jadi atau barang jadi yang akan dijual atau barang yang akan digunakan. Persediaan ini dapat dicatat dengan dua sistem yaitu: Sistem Periodik dan Sistem Perpetual.

    Dalam Metode Perpetual, pada waktu membeli barang dibuat jurnal yang men-debet akun Persediaan Barang Dagangan dan meng-kredit akun Hutang atau Kas. Pada waktu menjual barang dibuat jurnal yang mendebet akun Harga Pokok Penjualan dan mengkredit akun Persediaan sehingga akun Persediaan akan menunjukkan harga pokok dari persediaan yang ada di gudang.

    Jika menggunakan Sistem Periodik, jika ada penjualan barang tidak dibuat jurnal untuk harga pokok dari barang yang dijual di bagian akuntansi. Pada akhir tahun, persediaan yang ada di gudang penyimpanan dihitung jumlah kuantitasnya dan ditentukan nilai/harga belinya. Untuk menentukan persediaan yang dipakai/dijual, persediaan yang pernah ada (persediaan awal ditambah pembelian selama satu periode) dikurangi dengan persediaan akhir periode. Kemudian dibuat dua ayat jurnal penyesuaian. Jurnal yang pertama mendebet akun Ikhtisar Laba Rugi dan mengkredit akun Persediaan sejumlah persediaan awal. Jurnal yang kedua didasarkan atas hasil inventarisasi fisik barang pada akhir tahun. Jurnalnya mendebet akun Persediaan Barang Dagangan dan mengkredit akun Ikhtisar Laba Rugi. Ayat jurnal ini dibuat sekaligus dalam satu periode.

    Berikut ini adalah ilustrasi jurnal untuk sistem perpetual dan sistem periodic, namun belum mencakup seluruh transaksi berkaitan dengan persediaan, seperti pembayaran ongkos angkut, penerimaan dan pemberian diskon.

Transaksi

Sistem Periodek

Sistem Perpetual

1.

Membeli barang dagangan secara kredit Rp 10.000

Pembelian

Hutang

10.000


10.000

Persediaan Brg Dag

Hutang

10.000


10.000

2.

Retur pembelian Rp 500

Hutang

Retur Pembelian

500


500

Hutang

Persediaan Brg Dag

500


500

3.

Terdapat barang yang dijual. Harga jual Rp 4.000 dan harga pokok barang Rp 1.500

Piutang/Kas

Penjualan

4.000


4.000

Piutang/Kas

Penjualan

HPP

Persediaan Brg Dag

4.000


1.500


4.000


1.500

4.

Pada akhir tahun

Mutlak harus dilakukan inventarisasi fisik karena tanpa inventarisasi fisik barang, tidak dapat diketahui persediaan yang ada

Tanpa inventarisasi sudah dapat diketahui persediaan, namun inventarisasi perlu dilakukan

Misalkan menurut perhitungan fisik pada akhir tahun saldo persediaan Rp 200 dan pada awal tahun Rp 150.


Ikhtisar L/R

Persediaan B.D.


Persediaan B.D

Ikhtisar L/R


150



200



150



200

Jika hasil inventarisasi fisik tidak sama dengan saldo rekening persediaan, perusahaan perlu membuat jurnal, jika sama tidak perlu membuat jurnal.


  1. MENENTUKAN COST DARI PERSEDIAAN AKHIR

    Jika perusahaan sering membeli barang dan harga beli masing-masing pembelian berbeda, maka perusahaan akan mengalami kesulitan dalam menentukan harga pokok barang yang dipakai/dijual dan harga pokok barang yang masih ada di gudang.

    Sebagai contoh data persediaan barang dagangan untuk bulan Januari 2006 sebagai berikut:


Januari 1 Persediaan 200 unit @ $10 = $2,000

12 Pembelian 400 unit @ $12 = $4,800

26 Pembelian 300 unit @ $11 = $3,300

30 Pembelian 100 unit @ $13 = $1,300


Setelah dilakukan inventarisasi fisik, jumlah pesediaan per 31 Januari 2006 adalah 300 unit. Tentukan:

  1. Persediaan per 31 Januari 2006.
  2. Harga pokok persediaan yang dijual dalam bulan Januari 2006.

Barang yang tersedian untuk dijual selama bulan Januari adalah 200 + 400 + 300 + 100 = 1.000 unit, maka barang yang dijual adalah 1.000 – 300 = 700 unit. Karena harga belinya berbeda-beda, maka perlu asumsi arus barang yang akan digunakan sebagai dasar penentuan harga pokok barang yang dijual dan persediaan akhir sebagai berikut:

  1. FIFO (First In First Out), barang yang masuk terlebih dahulu dianggap yang pertama kali dijual/keluar sehingga persediaan akhir akan berasal dari pembelian yang termuda/terakhir.
  2. LIFO (Last In First Out), barang yang terakhir masuk dianggap yang pertama kali keluar, sehingga persediaan akhir terdiri dari pembelian yang paling awal.
  3. Rata-rata (Everage), pengeluaran barang secara acak dan harga pokok barang yang sudah digunakan maupun yang masih ada ditentukan dengan cara dicari rata-ratanya.

Penerapan asumsi ini berlaku baik dalam sistem periodik maupun dalam sistem perpetual.

  1. Jika perusahaan menggunakan Sisem Periodik
    1. FIFO

    Dengan metode ini jumlah barang yang digunakan sebanyak 700 unit diasumsikan berasal dari barang yang pertama kali dibeli, yaitu:

    200 unit @ $10 = $2,000

    400 unit @ $12 = $4,800

    100 unit @ $11 = $1,100

    Harga pokok penjualan $7,900

    Selanjutnya persediaan yang 300 unit dianggap dari pembelian tanggal 26 dan 30 Januari 2006 dengan rincian sebagai berikut:

    200 unit @ $11 = $2,200

    100 unit @ $13 = $1,300

    Persediaan akhir $3,500


    1. LIFO

    Dengan metode ini jumlah barang yang dijual sebanyak 700 unit diasumsikan berasal dari barang yang terakhir dibeli, yaitu:

    100 unit @ $13 = $1,300

    300 unit @ $11 = $3,300

    300 unit @ $12 = $3,600

    Harga pokok penjualan $8,200

    Selanjut persediaan akhir 300 unit dianggap berasal dari pembelian tanggal 1 dan 12 Januari 2006, yaitu:

    200 unit @ $10 = $2,000

    100 unit @ $12 = $1,200

    Persediaan akhir $3,200


3). Metode Rata-rata

Untuk menghitung persediaan akhir dan harga pokok penjualan perlu dibuat perhitungan sebagai berikut:

Tanggal

Keterangan

Unit

Harga per Unit

Jumlah

Jan 1

Persediaan

200

$10

$2,000

12

Pembelian

400

$12

$4,800

26

Pembelian

300

$11

$3,300

30

Pembelian

100

$13

$1,300

Jumlah

1,000

$11,400

Rata-rata = $11,400 : 1,000

$11.4

Harga pokok penjualan = 700 x $ 11.4 = $7,980

Persediaan akhir = 300 x $11.4 = 3,240


  1. Jika perusahaan menggunakan Sistem Perpetual

    Jika perusahaan menggunakan sistem perpetual, penentuan harga pokok barang yang dijual dan persediaan akhir dilakukan setiap perusahaan menjual barang. Untuk mempermudah pekerjaan menentukan harga pokok ini digunakan suatu kartu yang lazim disebut Kartu Persediaan. Satu jenis barang disediakan satu Kartu. Dengan demikian sistem ini baru cocok untuk persediaan yang nilainya tinggi.

Misalkan atas satu jenis barang diperoleh informasi sebagai berikut:

Tanggal

Keterangan

Unit

Harga Beli per Unit

Jan. 1

Persediaan

200

$10

12

Pembelian

400

$12

17

Dijual

300

26

Pembelian

300

$11

27

Dijual

200

28

Dijual

300

30

Pembelian

100

$13


Berikut ini hanya diberikan contoh metode FIFO:


Tgl


Ket

Dibeli

Dipakai

Persediaan

Unit

Cost

Jumlah

Unit

Cost

Jumlah

Unit

Cost

Jumlah

Jan 1

Persediaan

200

10

2,000

12

Pembelian

400

12

4,800

200

400

10

12

2,000

4,800

17

Dijual

200

100

10

12

2,000

1,200

300

12

3,600

26

Pembelian

300

11

3,300

300

300

12

11

3,600

3,300

27

Dijual

200

12

2,400

100

300

12

11

1,200

3,300

28

Dijual

100

200

12

11

1,200

2,200

100

11

1,100

30

Pembelian

100

13

1,300

100

100

11

13

1,100

1,300


  1. MENAKSIR COST PERSEDIAAN

    Kadangkala situasi tidak memungkinkan dilakukan penghitungan fisik atau sistem perpetual sangat mahal untuk diterapkan. Suatu supermarket dengan beribu macam jenis persediaan mungkin akan terganggu operasionalnya jika setiap bulan harus melakukan penghitungan fisik persediaan dalam rangka menyusun laporan keuangan bulanan. Perusahaan asuransi dalam menentukan besarnya kerugian atas persediaan yang terbakar tidak mungkin menghitung secara fisik barang yang terbakar karena barangnya sudah rusak bahkan habis.

    Keadaan di atas mendorong dilakukan penaksiran cost dari persediaan. Terdapat dua metode yang sering digunakan yaitu metode harga eceran dan metode laba kotor.

    1. Metode Harga Eceran

      Cost persediaan ditentukan dengan mengkonversi persediaan menurut harga eceran menjadi cost dengan mengggunakan prosentase cost terhadap harga eceran. Contoh:


      Harga Pokok (Cost) Harga Eceran

      Persediaan 1 Januari 2005 $ 60,000 $ 100,000

      Pembelian Januari 2005 $ 540,000 $ 900,000

      Barang tersedia untuk dijual $ 600,000 $ 1,000,000

      % Cost thd Harga Eceran=

      (600,000 : 1,000,000) x 100% = 60%

      Penjualan $ 700,000

      Persediaan akhir $ 300,000


      Nilai cost persediaan akhir = 60% x $ 300,000 = $ 180,000

    2. Metode Laba Kotor

      Persediaan akhir ditentukan dengan cara persediaan awal ditambah dengan pembelian selama satu periode kemudian dikurangi dengan harga pokok barang yang dijual pada periode yang bersangkutan. Untuk menentukan harga pokok penjualan, penjualan yang telah dicatat dalam rekening penjualan dikurangi dengan laba kotornya. Umumnya laba kotor ini sudah diketahui %-nya. Jika belum diketahui, % laba kotornya digunakan % laba kotor tahun-tahun sebelumnya. Misalkan persediaan awal tahun 2005 $ 100,000 pembelian selama bulan Januari $ 1,200,000 dan penjualan selam bulan Januari menurut rekening buku besar $ 90,000 dan laba kotor 20% dari harga jual, maka persediaan akhir dapat dihitung sebagai berikut:

Persediaan 1 Januari 2005 $ 100,000

Pembelian Januari 2005 $ 1,200,000

Barang tersedia untuk dijual $ 1,300,000

Penjualan $ 900,000

Laba Kotor (20% x $ 900,000) $ 180,000

Harga pokok barang yang dijual $ 720,000

Persediaan akhir $ 580,000


  1. MENYAJIKAN NILAI PERSEDIAAN DI NERACA

    Nilai yang disajikan di neraca dpat saja nilai costnya seperti yang telah ditentukan dengan berbagai asumsi arus barang. Nilai yang disajikan di neraca dapat juga nilai pasarnya. Atau dapat juga dipilih yang terendah antara cost dengan harga pasarnya.

    Biasanya nilai yang disajikan di neraca adalah nilai yang terendah antara cost dengan harga pasarnya. Misalnya dalam perusahaan mempunyai persediaan dengan cost $ 1,000. Pada akhir tahun harga pasar dari persediaan tersebut adalah $ 900, maka yang disajikan di neraca adalah $ 900. Jika harga pasar barang tersebut adalah $ 1,100, maka yang disajikan di neraca adalah costnya yaitu $ 1,000.

    Yang dimaksud dengan cost adalah pasar harga yang tidak lebih tinggi dari ceiling dan tidak boleh lebih rendah dari floor. Ceiling adalah taksiran harga jual dikurangi dengan taksiran biaya penjualan barang tersebut. Floor adalah ceiling dikurangi dengan laba normal. Misalkan perusahaan telah menaksir biaya penjualan adalah 2% dari harga jual dan laba kotor yang normal bagi perusahaan itu adalah 20% dari harga jual maka berikut ini diberikan beberapa kemungkinan sebagai berikut:


Kasus


Cost

($)

Market


COMWIL

($)

Replacement

Cost ($)

Floor

($)

Ceiling

($)

Market

($)

A

.65

.70

.55

.80

.70

.65

B

.65

.60

.55

.80

.60

.60

C

.65

.50

.55

.80

.55

.55

D

.50

.45

.55

.80

.55

.50

E

.75

.85

.55

.80

.80

.75

F

.90

1.00

.55

.80

.80

.80


Dalam kasus A replacement cost berada di antara floor dan ceiling, oleh karena itu replacement cost akan mewakili market untuk dibandingkan dengan cost yaitu $ .65. Ternyata cost $.65 lebih rendah dari market ($.70) oleh karena itu harga yang dilaporkan adalah cost nya yaitu $ .65.

Dalam kasus B, replacement cost yang $.60 berada di antara ceiling, dan floor oleh karena itu replacement cost dapat mewakili market kemudian dibandingkan dengan cost $.65. Ternyata market lebih rendah, maka yang disajikan di neraca adalah market.

Dalam Kasus C, replacement cost $.50 ternyata dibawah floor maka market diwakili oleh floor, kemudian dibandingkan dengan cost, ternyata floor lebih rendah, maka yang disajikan di neraca adalah floor

Dalam kasus D, replacement cost di bawah floor, maka market diwakili oleh floor dan dibandingkan dengan cost. Ternyata cost lebih rendah, maka yang disajikan di neraca adalah cost. Begitu juga kasus E.

Dalam kasus F, replacement cost di atas ceiling, sehingga ceiling, mewakili market dan dibandingkan dengan cost, ternyata lebih rendah, sehingga yang disajikan di neraca adalah ceiling,.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar